GRAVITY
Di setiap
pasir pantai yang disinggahinya, dia selalu menulis kata ‘Gravity’.
Apa arti kata
itu untuknya?sesuatu yang istimewa atau biasa saja?
Untuk kenangan
atau untuk mengenang seseorang yang masih hadir dihatinya?
Atau sekedar
hanya untuk menunjukkan kalau dia merindukannya?
Entahlah...
Sesaat dia ada
di hadapanku, sesaat kemudian dia sudah jauh di ujung batas sana.
Sebentar aku
bisa menyentuhnya, untuk kemudian dirinya akan menghilang lama.
Dan apabila saatnya tiba untuk saling bertegur sapa, maka canggung selalu menjadi
theme song nya.
Dirinya hanya
tersenyum dan tertawa melihat semuanya menjadi serba kikuk dan kaku,
“Aneh ya, kita
sudah mengenal lama, tapi kenapa setiap kali bertemu kita selalu sulit untuk
bicara”.
Akupun ikut tertawa, mengiyakan tanpa bisa menjelaskan
kenapa.
Entahlah,
selalu begitu tapi tetap saja terasa nyaman satu sama lain....
Aku pun tidak
mengerti, di setiap pertemuan – pertemuan itu, meski kecanggungan begitu
terasa, tapi sepertinya ia
selalu membuat segalanya menjadi lebih mudah sekaligus sulit bagi diriku.
Lebih mudah
untuk menjadi diriku apa adanya, menjadi diriku yang tidak perlu menjelaskan
kenapa aku menyayanginya. Menjadi diriku yang tidak perlu dipertanyakan kisah –
kisah di belakangku.
Ia memang tidak
pernah memaksa aku untuk menjadi tidak nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan yang
dia tahu, aku tidak akan bisa menjawabnya.
Lalu bagaimana dengan sulitnya? ia membuat aku kadang tidak mengerti ada di mana
seharusnya aku berdiri. Membuat aku bertanya-tanya penunjuk arah cintanya
sebenarnya kemana.
“Tidak usah
dijelaskan, tidak usah dipikirkan, selagi kita berdua, lupakan semuanya,
bicarakan saja tentang kita berdua, berbagi saja mimpi-mimpi kita, ga perlu
bahas yang lain-lain, ini dunia kita,ok?”... Ia selalu menegaskan dengan
kalimat itu apabila melihat diriku seperti yang bertanya-tanya.
Dirinya
seorang perempuan tegar yang terus berjuang untuk kehidupan.
Luka hati dan
fisik yang harus dilaluinya, menjadi kekuatan kakinya untuk terus melangkah.
Jatuh lalu
bangkit lagi, setiap hari itu yang dilakukannya.
Menangis lalu
tersenyum, setiap kali sakit menderanya.
Bagi dirinya
bumi itu tanpa gravitasi. Dengan cepat dia bisa bergerak dari barat lalu ke
timur.
Terbang dan
muncul di seberang lautan, melompat lalu hadir duduk manis disampingku.
Semua bisa ia
lakukan dengan mudah.
Apakah mencoba
lari dari kepenatan hidupnya atau untuk mengejar impiannya?
Entahlah, aku
tidak pernah menanyakannya, bagiku itu bukan masalah,
Selama itu
membuatnya bahagia.
Baginya, mungkin
aku sekedar bayang-bayang, yang terkadang terlihat dan terasa.
Atau bahkan
tidak terlihat dan tidak terasa sama sekali.
Ia tidak
pernah memaksa diriku untuk menjadi cintanya, bertanya pun tidak pernah.
Dan itu menjadi tidak penting lagi, selagi kita masih
percaya.
Karena akupun
tahu, bahwa aku bukan tujuan akhir cintanya.
Yang terpenting
dan menyenangkan adalah,
ketika gravitasi selalu menarik
balik diri kita, untuk kembali lagi, sejauh kaki melangkah….
Kembali untuk
cinta?atau menjejakkan kaki untuk mencari cinta?
Bukan, kembali
hanya untuk memastikan bahwa setiap dari kita baik-baik saja.
Saat-saat seperti itu yang aku tunggu, seperti perjalanan
mendaki yang menemukan shelter untuk sejenak melepaskan lelah, berbicara,
mengumpulkan tenaga baru, setelah
itu bersiap-siap untuk melanjutkan pendakian lagi.
Tapi ada
saat-saat, dimana hukum gravitasi itu tidak berlaku bagiku, membuat aku
terlempar dari dunianya, Berputar-putar di ruang cinta hampa udara, mencari
– cari dirinya, bertanya – tanya kemana perginya. Tapi tidak pernah kutemukan jawabannya,
tidak pernah juga aku memaksakan diri untuk menjadi anti gravitasinya. Biarkan saja
terbang diatas tanah, melayang dan berputar-putar, hingga akhirnya ia yang
menarik balik diriku.
Seperti di
suatu sore yang tenang, di temani angin sejuk yang bertiup perlahan,
Setelah sekian
lama tidak bertemu, gravitasi itu menarik kita kembali.
Mempertemukan dua petarung hidup yang tidak pernah menyerah
atas hidup masing-masing.
Dirinya masih belum berubah, manis seperti kopi sore yang
diseduh sesuai takarannya.
Bertemu untuk memastikan belum ada yang berubah, baik kabarnya maupun kabarku.
Sesaat untuk menghilangkan
rasa keingintahuan, sekedar berbagi cerita baik atau buruk.
Ia
menceritakan tentang perjalanannya selama ini, perjalanan meraih impian,
perjalanan tentang
cintanya, perjalanan tentang
rindu yang timbul tenggelam,
tapi
jelas itu bukan cinta kepadaku,
bukan juga rindu untukku.
Aku
mendengarkannya, menanggapinya dan bahagia untuknya.
Ia bukan bidadari apalagi dewi, ia adalah gravity.
Gravity yang selalu ada menjaga keseimbanganku, bahkan
ketika kegetiran hidup dalam pengkhianatan yang menikam membuat aku ditinggal
sendirian, ia tetap hadir menjaga keseimbanganku.
Menyeimbangkan antara amarah dan kecewaku menjadi
kekuatan untuk terus tegak berdiri.
Ia bukan cinta sejati, bukan pula rindu abadi, seperti
aku bilang, ia adalah gravity.
Gravity yang menjadi tarikan paling kuat, di antara
mereka yang datang menawarkan cinta dan diantara mereka yang pergi membuang
rindu. Tidak ada tarikan sekuat itu, meski pahit yang kuhadapi, tetap saja ia ada
disampingku, ketika yang lain pergi meninggalkanku.
Aku tahu, dirinya
akan selalu bergerak dari timur ke barat, utara dan selatan....
Tidak mengapa...silahkan saja, tapi aku yakin dia akan selalu kembali pulang.
Mungkin bukan pulang untukku, hampir pasti bukan aku
rumahnya.
Meski pintu ini selalu kubuka, tetapi aku tidak
menantikannya, aku tidak menunggunya.
Tapi tanpa aba-aba ia akan datang dengan hati yang masih
sama, dengan senyum yang masih tulus.
Lalu duduk manis disampingku, seperti biasa.
Biarkan saja rindu itu jadi basi bagi kita, Biarkan saja cinta
yang sudah risih dalam pembicaraan kita, bukan disitu lagi kita berada. Kita
bicara tentang hidup, perjuangan dan kenyataan cinta yang dewasa.
Teruslah seperti ini Gravity, Jangan takut untuk menjadi
Gravity.
Yang berpijak teguh untuk terbang mengejar apapun yang
sedang kau kejar.
Pesanku, tuliskan selalu kata ‘Gravity’ di setiap pasir
yang kau jejak.
Disetiap pantai yang kau kunjungi, pastikan kau tulis
benar kata itu.
Relakan ketika ombak dan buih putih datang menjemput kata
itu untuk dibawa ke lautan.
Tersenyumlah, bahkan lautan pun butuh gravity untuk menjaga
keseimbangan mereka.
Hey gravity, melesatlah ke tempat yang kau mau.
Sebarkan kata itu, karena semua orang butuh gravity.
Gravity untukku, untukmu dan untuk dunia yang tidak
terbatas.
End of February
2014,
Thank you G, for
always be my balance.
Komentar
Posting Komentar
Terimakasih telah membaca. Semoga harimu baik dan senang.