GUNDALA (2019) - Kebangkitan Superhero Indonesia.



Hanya satu kata yang terbersit di hati setelah mengetahui bahwa film Gundala akan dibuat lagi yaitu senang!. Yup, senang, karena teringat waktu kecil dulu begitu senangnya melihat film Gundala tahun 1981, saat bertarung melawan penjahat, mengeluarkan kekuatan petirnya hingga me-las jeruji penjara untuk kabur, dan sampai - sampai kalau pulang sekolah  hujan - hujanan, aku mengkhayal kesambar petir biar bisa kayak Gundala, hahaha.  


Kenapa ga dipatahin aja sih jerujinya Mas Gun? Hehehe.

Dan hati pun menjadi lebih senang lagi karena ternyata Joko Anwar dan tim tidak hanya memproduksi Gundala semata tapi juga akan memfilmkan jagoan - jagoan lokal Indonesia lainnya yang akan tergabung di dalam Jagat Sinema Bumi Langit. HolyMotha! Aku sampai goyang - goyang sendiri saking senangnya. 


Gimana engga, masa kecil hingga remaja dulu bacaanku ya komik - komik jagoan itu, seperti Gundala, Godam, Sri Asih, Si Buta dari Goa Hantu, Manusia Srigala, Pangeran Mlaar, Panji Tengkorak, Deni Manusia Ikan dst, tetapi dengan bertambahnya umur, ditambah kesibukan, plus hari berganti, cuaca berubah daun - daun tetap tumbuh *eh, intinya semua itu membuat aku lupa dengan jagoan - jagoan lokal yang dulu pernah mengisi masa kecilku ini, berganti dengan jagoan - jagoan Marvel dan DC.


Terimakasih Joko Anwar dan tim, yang telah membawa kembali kenangan masa kecil dan menghidupkan jagoan - jagoan favorit masa kecil dulu di layar lebar.

Gundala tayang 29 Agustus 2019, bersama ratusan ribu orang Indonesia lainnya meski bukan jadi orang yang menonton di tayang perdana, berbekal rasa senang yang menggumpal dan kenangan masa kecil, maka aku pun menonton Gundala.

Begini pengalamannya,


Sebagai film pembuka jalan bagi film jagoan - jagoan lokal berikutnya, memang tidak bisa dipungkiri film ini terasa punya "beban" meski secara keseluruhan film Gundala ini very fun to watch. Ada bagian - bagian yang mengganjal, seperti alur cerita yang kadang melompat bikin bilang "Eh kok tau - tau di sini?" Atau beberapa kejanggalan yang membuatku bertanya - tanya hingga selesai film, seperti kenapa saat Sancaka kecil waktu bapaknya mati, dia berteriak dan bisa mengeluarkan petir sampai mematahkan tameng polisi, bukankah dia baru kena petir saat sudah besar? Darimana Gundala tahu, tiba - tiba bisa muncul saat Ridwan Bahri yang diperankan Lukman Sardi sedang diserang di depan rel kereta?

Apa maksud dari kuping Sancaka yang dipotong? Kenapa tokoh - tokoh villains kok matinya gitu aja? Siapa orang kaya yang tiba - tiba muncul dengan mobil mewah dan menyelamatkan Sancaka kecil serta ingin mengadopsinya? Bagaimana Pengkor kecil bisa selamat dari dalam lemari di rumah yang terbakar hebat? Dan banyak hal lainnya, tapi aku teringat kalau film ini akan berlanjut dan masih panjang, jadi aku pikir beberapa hal yang ditahan di film ini semoga akan dijelaskan di film - film berikutnya.

Lalu pengenalan masa kecil Sancaka yang terasa 'dark' buatku terasa makin 'dark' dengan penggambaran suasana rumah yang pojok - pojoknya gelap, ditambah petir, sempat mikir ini film horor atau superhero? Mungkin cuma aku aja yang merasa begini kali yak.


Tapi mungkin memang itu tujuan sang sutradara untuk membangun latar belakang Sancaka yang kelam hingga ada keterikatan dengan penonton, karena setiap jagoan harus punya cerita sedih sebagai perlambang manusia biasa, seperti kita - kita.

Selebihnya film Gundala ini sungguh asyik dan menyenangkan untuk dinikmati.

Pertarungan - pertarungan yang dikoreo sederhana lumayan memikat - tanpa perlu banyak muncratan darah, tulang patah dan hal - hal mengerikan lainnya - apalagi saat Swara Batin yang diperankan Kang Cecep muncul, duh gerak tari campur silatnya itu keren. Meski banyak yang bilang kalau adegan pertarungannya biasa, tapi menurutku sih sesuai porsi, dan mungkin memang didesain seperti itu mengingat film ini juga diperuntukkan untuk anak usia 13 tahun.

Yang disayangkan ya itu tadi, tokoh villains yaitu anak - anak bapak yang digambarkan datang dari berbagai profesi dengan karakter - karakter jahat yang dibangun sudah bagus, tapi matinya kok gitu aja? Eh tapi mereka kan cuma dilempar - lempar doang kan ya?


Aku pikir sih mereka belum mati dan nanti di lanjutannya bakal muncul lagi, semoga.

Akting para pemain tidak usah diragukan lagi, semua pemain kawakan, sudah berpengalaman dan teruji tahan banting *apasih. Akting Sancaka kecil menyita perhatianku, lihat aktingnya kita jadi kebawa sedih, kebawa gemes dan kebawa haru, well done buat Muzakki Ramdhan. Abimana sebagai Gundala mantap abis, dia bisa memperlihatkan aura yang lembut dan culun di satu sisi, dan kuat di sisi lain, meski ada beberapa dialognya yang ga jelas diucapkan tapi tidak mempengaruhi penampilan keseluruhannya. Tara Basro sebagai Wulan yang feminin - kalau ga bole bilang seksi - sekaligus powerfull membuat kuterpikat.  


Daaan, ini dia! Karakter Pengkor yang dibangun kuat dengan latar belakang masa silam yang buruk berhasil membuat Pengkor seperti terlihat baik - baik saja tapi ternyata "sakit" dan "gila", buatku ini karakter terbaik di film ini dan diperankan dengan sukses oleh Bront Palarae tapi lagi - lagi, sayang berakhir begitu mudah dan kurang 'elegan' untuk karakter sekuat itu. 

Nilai plus lainnya lagi dari film Gundala ini yaitu, dialog - dialog yang bagus dengan pesan moral yang tidak maksa atau menggurui, product placement yang tidak mencolok mata, unsur komedi yang segar menambah film Gundala ini ga bosenin. Sudut pengambilan kamera sehingga menghasilkan gambar - gambar yang ciamik dan setting lokasi yang pas juga harus diacungi jempol, oiya CGI nya juga ga malu - maluin kok.

  
Kemunculan Sancaka dengan kostum Gundala untuk pertama kali - yang masih memakai kostum lama - membuatku bangga dan haru hingga aku bertepuk tangan tapi ga dilanjut setelah sadar penonton lainnya pada diem, kan ga enak tepuk tangan sendirian di bioskop atuh euy hahaha. Juga saat Sri Asih muncul dengan segala keanggunan, kecantikan dan kekuatannya ah ini bikin terkejut sekaligus bikin melting sih...terkejut plus melting itu gimana ya?

Kira - kira begini lah ya, heuheuheu.
 Ga terasa film pun selesai.

Melihat film Gundala ini, membuatku ga sabar untuk menantikan kelanjutan Jagat Sinema Bumi Langit berikutnya. Terbayang Sri Asih yang akan bergabung dengan Gundala dengan kostum barunya, muncul Awang sebagai Godam, Wulan yang bertransformasi menjadi Merpati, lalu ada pertarungan legenda antara Gundala dan Ki Wilawuk, kekuatan - kekuatan super Gundala - karena di sini Gundala masih banyak bertarung dengan tangan kosong - yang pasti akan dikeluarkan. Wuaah bakalan seru! Aku yakin, berangkat dari masukan dan saran dari para pecinta film Gundala ini, film Gundala 2 akan lebih - lebih keren dan mantap dari segala sisi.
Sumber: Grid.id
Selain itu, dengan film Gundala ini menjadi box office itu artinya film bergenre superhero lokal bisa diterima oleh pasar, ini bisa membuka pintu dan membangkitkan gairah sineas - sineas lainnya untuk berani membuat film - film superhero berbasis lokal lainnya. Aku pribadi optimis, film Gundala akan menjadi momentum kebangkitan film superhero Indonesia.

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, film Gundala tetap membuatku bangga dan aku bisa berkata, "Hey, Indonesia punya patriot sekarang!" 


Ken Fauzy.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

PATAH

Mr. Zoo, New Trial, The Man Inside Me, Sunny, The Swindlers

Hitman Agent Jun, A Hard Day, My Girlfirend is An Agent, Show Must Go On,Montage